LEMBAGA PENDIDIKAN FORMAL BERJASAD PESANTREN
(Kerangka Menuju Pendidikan Ideal Di Indonesia Baru)
Oleh:
R.A. Syukuri Nikmah
Benarkah konsep metode pendidikan pesantren modern cukup relevan bila diadopsi oleh sebuah lembaga pendidikan non pesantren, seperti halnya SLTP dan SMU ? Adalah sebuah paradigma spekulatif sekaligus solusi, yang mencuat dalam tatanan praktis kehidupan masyarakat modern (madani) mengenai corak pendidikan yang ideal untuk diterapkan di Indonesia. Mayoritas lembaga pendidikan formal di Indonesia, lebih apresiatif kepada ilmu-ilmu umum (IPA dan IPS…dsb) dan mendisparase ilmu keagamaan. Padahal, muatan pendidikan yang hanya condong pada salah satu aspek penting, akan menimbulkan suatu kepribadian yang pecah (split of personality). Artinya, pengingkaran atau pereduksian terhadap kemanusiaan dan objektivasi dimensi kemanusiaan yang transenden cenderung menimbulkan kepribadian yang hampa. Pintar secara kognitif, tetapi kering dalam mentalitas. Implikasinya, anak didik tumbuh berkembang sebagai pribadi serba obyektif bahkan bisa terlepas dari nilai moralitas, spiritualitas, religiusitas dan norma-norma yang berlaku, sehingga menyajikan side effect-negatif terhadap diri dan masyarakat sekitarnya.
Ratifikasi masyarakat modern (madani) pada suatu lembaga pendidikan ditentukan oleh tingkat atau kadar kualitas pendidikannya. Kualitas pendidikan ini difersifikasikan kedalam dua tataran, yaitu : proses pendidikan dan hasil pendidikan (baca: Arah Baru Pendidikan Islam). Proses pendidikan menggambarkan suasana pembelajaran yang aktif, dinamis serta konsisten dengan program dan target pembelajaran. Sedangkan hasil pendidikan merujuk pada kualitas lulusan dalam bidang kognitif, afektif dan psikomotorik.
Adalah pendidikan pesantren modern (memfungsikan ilmu umum dan ilmu keagamaan), secara makro menunjukkan potensi fleksibilitas pendidikan yang sesuai dengan tuntutan modernisasi. Hakekat pendidikan ini adalah proses rekayasa rancang-bangun kepribadian manusia (anak didik). Anak didik dalam porsi pendidikan pesantren ini menjadi sangat sentral. Statemen ini mengandung dua konsep penting. Pertama, pendidikan pesantren modern memiliki basis pemikiran filosofis yang memberi kerangka pandang holistik tentang manusia. Kedua, pendidikan pesantren modern meletakkan anak didik sebagai titik tolak (starting point), serta titik tuju (ultimate goal) dalam perspektif kemanusiaan yang diformulasikan secara filosofis.
Esensi pendidikan pesantren modern (normatif) bersumber dari doktrin agama Islam yang universal. Karakter budaya pendidikan pesantren ini memungkinkan anak didik belajar secara tuntas. Term budaya belajar tuntas identik dengan konsep “mastery learning”, dimana pendidikan didesain secara konstruktif, tidak terbatas pada pola pentransferan ilmu pengetahuan dari guru ke murid (top down), tetapi juga pembentukan aspek kepribadian anak didik secara totalitas. Pentransferan ini terkontaminasi oleh target dan waktu penyelesaian sesuai ketentuannya sendiri (pesantren).
Dengan demikian, pengajaran di Lembaga pendidikan formal hendaknya menjiplak metode di pesantren modern. Kendati secara defacto menanggalkan kurikulum dan Garis-garis Besar Program Pengajaran (GBPP) konvensional, tetapi secara dejure kurikulum tersebut telah terkonstruksi sedemikian rupa tanpa memarjinalkan unsur-unsur kemampuan dasar yang dirancang oleh kurikulum nasional (pemerintah). Implikasinya, tenaga pengajar akan lebih memiliki gerak ruang lingkup yang luas, dalam melakukan berbagai inovasi kreativitas untuk pendekatan pembelajaran yang lebih baik. Dari segi pembinaan, hendaknya lembaga pendidikan formal mengasramakan anak didiknya. Didalam asrama tersebut, diterapkan disiplin tinggi guna pembentukan aspek kepribadian secara intensif lahir maupun batin. Hal ini berfungsi menumbuhkan segi mental dan kemandirian dengan tata aturan pergaulan yang harmonis, aktif dan suasana yang kondusif.
Usaha perwujudan fenomena di atas, membutuhkan langkah-langkah praktis, melalui komutasi perubahan strategis dalam bidang manajeman. Pada konteks ini, otoritas kepala sekolah (lembaga pendidikan formal), dituntut memiliki visi, wawasan, kolegialitas, serta keterampilan manajerial yang mantap, ketika memainkan perannya sebagai lokomotif perubahan idealis futuritas lembaga pendidikan formal.
Resume dari gagasan di atas, menurut asumsi penulis bahwa karakter metode pendidikan pesantren modern, merupakan identitas yang perlu tercermin dalam proses pengajaran di Indonesia. Suatu keniscayaan guna melakukan perubahan ke arah lembaga pendidikan formal yang lebih baik, agamis, elastis sehingga tercipta sumber daya manusia yang berkualitas unggul dan bermoralitas tinggi.**Wassalam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar