IDEALISME PENDIDIKAN PESANTREN
Oleh:
R.A. Syukuri Nikmah
Pada era pemerintahan KH. Abdurahman Wahid atau biasa dipanggil Gusdur, mencoba menetaskan ide untuk menjadikan sistem pendidikan di
Di Indonesia kita mengenal dua istilah sistem pendidikan. Dualisme itu tergambar pada adanya dua departemen yaitu, Departemen Pendidikan Nasional (DIKNAS) dan Departemen Agama (DEPAG). Departemen Pendidikan Nasional membina sekolah yaitu meliputi; SD, SLTP, SMU dan PTU. Sementara Departemen Agama yaitu; MI, MTs, MA, IAIN dan Pesantren. Menurut Prof. DR. Mastuhu, dualisme IPTEK dan pendidikan umum hadir tanpa sentuhan agama. Bukti konkrit pendidikan umum misalnya, pada pelajaran agama seolah dianak tirikan. Dengan durasi waktu yang hanya dua jam dalam satu pecan, sehingga pembahasannya sekedar melibatkan pokok-pokoknya saja, kurang mendetail. Akibatnya, diberbagai tempat tindak kriminalitas (violence) dikalangan pelajar drastis meningkat, seperti tawuran antar sekolah, pergaulan bebas, penggunaan obat-obat terlarang dan lain-lain.
Di tengah dilematisnya pendidikan nasional ini, jauh sebelumnya beberapa pesantren telah bangkit dengan berani memfusikan pendidikan umum dan pendidikan agama dengan porsi sama besar. Taruh saja PP. Al-Amien Prenduan, PP. Modern Gontor sebagai contoh. Dengan tetap mempertahankan pengajian kitab kuning (kitab klasik) sebagai ciri khasnya. Kedua pesantren ini bersikap inklusif terhadap perkembangan zaman. Penyediaan sarana alat teknologi yang lengkap (internet, komputer, percetakan, dll), pelaksanaan wajib dua bahasa asing (bahasa inggris dan bahasa arab), kebebasan berkreasi (teater, band, sastra, penciptaan beberapa majalah/bulletin, dll), egaliter (sangat menghargai perbedaan diantara beragam paham yang dianut oleh masing-masing semisal; Muhammadiyah, NU, al-Irsyad), kebebasan berfikir (mempelajari karya-karya ulama besar; Muhammad Abduh, Al-Ghazali, Al-Kindi, Al-Farabi, bahkan karya Karl Marx, Karen Amstrong, dll) ditanamkan pada setiap anak didik (santri), dan kursus-kursus keterampilan-keterampilan seperti menjahit, elektro, komputer, dan lain sebagainya makin mengukuhkan identitasnya sebagai lembaga pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan zamannya. Hal ini selaras dengan UUD 1945 pasal 31 ayat 3 berbunyi, “Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang”. Disini pemerintah menginginkan output sebuah lembaga pendidikan bukan sekedar kecerdasan intelektual dan skill semata, namun harus dibarengi dengan sikap dan nilai-nilai terpuji sebagaimana tercantum dalam undang-undang. Maka dari itu pesantren secara dejure dan defacto sudah memenuhi kriteria untuk menjadi salah satu alternatif terbaik pendidikan di masa depan.
Sejujurnya sistem pendidikan pesantren memiliki banyak kelebihan yang tidak dimiliki oleh lembaga lain. Disamping merupakan institusi yang perkembangannya ditopang dan awalnya dibangun oleh masyarakat sekitar, pesantren lebih mandiri baik dibidang manajemen keuangan, paket kurikulum yang ditawarkan, serta dalam menentukan pola pendidikannya. Dengan kebijakan ini para santri diarahkan, dibimbing dan dilatih supaya tidak canggung lagi. Dan atas landasan keagamaan dan IPTEK diharapkan menciptakan alumni-alumni yang “khoiru ummatin ukhrijat linnaasi” yang tentunya akan menjadi panutan bagi seluruh masyarakat baik lokal, nasional bahkan tingkat internasional.
Hal serupa di atas sesuai dengan ajaran Islam senantiasa memotivasi dan mengajarkan ummatnya pada kehidupan yang dinamis, progresif dan bersifat seimbang dalam memenuhi kebutuhan material dan spiritualnya. Ajaran Islam memang tidak boleh diamalkan sepotong-sepotong sebab ia merupakan totalitas kehidupan dunia dan akhirat. Bagi dunia Islam, adanya dikotomi pendidikan agama dan umum akan membawa dampak yang merugikan terhadap kemajuan umat Islam itu sendiri. Pada suatu kesempatan Rasulullah pernah bersabda, “Jika ingin hidup bahagia di dunia ia harus menguasai ilmunya, jikalau ingin hidup bahagia di akhirat ia harus menguasai ilmunya dan jika ingin hidup bahagia di dunia dan akhirat ia harus menguasai kedua ilmu tersebut”.
Tugas pesantren membina santrinya dengan nilai-nilai keagamaan dan IPTEK agar menjadi manusia berakhlak mulia dan mempunyai wawasan yang luas. Karena dengan demikian akan mampu menjawab berbagai masalah aktual yang dihadapi masyarakat. Dan para santri dituntut untuk berpacu dalam arus teknologi juga pengamalan dan penghayatan ajaran Islam secara kaffah (utuh), benar dan konsisten terhadap tuntunan agama Islam yang sumber utama pendidikannya adalah Al-Qur’an dan Hadist, seperti yang dicontohkan Nabi Muhammad SAW. Jadi, sukses di dunia dan akhirat merupakan orientasi pendidikan pesantren yang nilai-nilai dasarnya terbingkai dalam kegiatan: ilmu, amal dan berakhlak mulia.
Secara konseptual, baik pendidikan agama (pesantren) maupun pendidikan umum (nasional) tujuan utamanya demi membina manusia seutuhnya dengan berlandaskan keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur dan memiliki tanggung jawab moral kepada masyarakat, Negara dan agama. Tujuan tersebut dapat dicapai melalui tiga aspek dominan pendidikan secara terpadu yaitu: wawasan kognitif, afektif dan psikomotorik.
Akan tetapi dunia pesantren memiliki keistimewaan lebih dibanding dengan lembaga pendidikan lain dalam menempuh cita-cita mulai tersebut.
Kita juga tidak bisa menutup diri dari
Untuk merubah